Beranda | Artikel
IBNU HAJAR AL ASQALANI
Jumat, 26 Februari 2021

Beliau adalah al Imam al ‘Allamah al Hafizh Syihabuddin Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Hajar, al Kinani, al ‘Asqalani, asy Syafi’i, al Mishri. Kemudian dikenal dengan nama Ibnu Hajar, dan gelarnya “al Hafizh”. Adapun penyebutan ‘Asqalani adalah nisbat kepada ‘Asqalan, sebuah kota yang masuk dalam wilayah Palestina, dekat Ghuzzah.

Beliau lahir di Mesir pada bulan Sya’ban 773 H, namun tanggal kelahirannya diperselisihkan. Beliau tumbuh di sana dan termasuk yatim piatu, karena ibunya wafat ketika beliau masih bayi, kemudian bapaknya menyusul wafat ketika beliau masih kanak-kanak berumur empat tahun.

Ketika wafat, bapaknya berwasiat kepada dua orang ‘alim untuk mengasuh Ibnu Hajar yang masih bocah itu. Dua orang itu ialah Zakiyyuddin al Kharrubi dan Syamsuddin Ibnul Qaththan al Mishri.

Ibnu Hajar sendiri wafat pada tanggal 28 Dzulhijjah 852 H di Mesir, setelah kehidupannya dipenuhi dengan ilmu nafi’ (yang bermanfaat) dan amal shalih, menurut sangkaan kami, dan kami tidak memuji di hadapan Allah terhadap seorang pun. Beliau dikuburkan di Qarafah ash-Shughra. Semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat yang luas, mema’afkan dan mengampuninya dengan karunia dan kemurahanNya.

Perjalanan hidup al Hafizh sangatlah berkesan. Meski yatim piatu, semenjak kecil beliau memiliki semangat yang tinggi untuk belajar. Beliau masuk kuttab (semacam Taman Pendidikan al Qur`an) setelah genap berusia lima tahun. Hafal al Qur`an ketika genap berusia sembilan tahun. di samping itu, pada masa kecilnya, beliau menghafal kitab-kitab ilmu yang ringkas, seperti al ‘Umdah, al Hawi ash-Shaghir, Mukhtashar Ibnu Hajib, dan Milhatul-I’rab.

Semangat dalam menggali ilmu, beliau tunjukkan dengan tidak mencukupkan mencari ilmu di Mesir saja, tetapi beliau melakukan rihlah (perjalanan) ke banyak negeri. Semuanya itu dikunjungi untuk menimba ilmu. Negeri-negeri yang pernah beliau singgahi dan tinggal di sana, di antaranya:

  1. Dua tanah haram, yaitu Mekkah dan Madinah. Beliau tinggal di Mekkah al Mukarramah dan shalat tarawih di MasjidilHaram pada tahun 785 H. Yaitu pada umur 12 tahun. Beliau mendengarkan Shahih Bukhari di Makkah dari Syaikh al Muhaddits (ahli hadits) ‘Afifuddin an-Naisaburi (an-Nasyawari) kemudian al-Makki رحمه الله . Dan Ibnu Hajar berulang kali pergi ke Mekkah untuk melakukan haji dan umrah.
  2. Dimasyq (Damaskus). Di negeri ini, beliau bertemu dengan murid-murid ahli sejarah dari kota Syam, Ibnu ‘Asakir رحمه الله . Dan beliau menimba ilmu dari Ibnu Mulaqqin dan al Bulqini.
  3. Baitul Maqdis, dan banyak kota-kota di Palestina, seperti Nablus, Khalil, Ramlah, dan Ghuzzah. Beliau bertemu dengan para ulama di tempat-tempat tersebut dan mengambil manfaat.
  4. Shan’a dan beberapa kota di Yaman. Beliau membaca ilmu di hadapan para ulama di Yaman dan menimba ilmu dari mereka.

Semua ini, dilakukan oleh al Hafizh untuk menimba ilmu, dan mengambil ilmu langsung dari ulama-ulama besar. Dari sini kita bisa mengerti, bahwa guru-guru al Hafizh Ibnu Hajar al Asqalani sangat banyak, dan merupakan ulama-ulama yang masyhur. Bisa dicatat, seperti: ‘Afifuddin an-Naisaburi (anNasyawari) kemudian al-Makki (wafat 790 H), Muhammad bin ‘Abdullah bin Zhahirah al Makki (wafat 717 H), Abul Hasan al Haitsami (wafat 807 H), Ibnul Mulaqqin (wafat 804 H), Sirajuddin al Bulqini رحمه الله (wafat 805 H) dan beliaulah yang pertama kali mengidzinkan al Hafizh mengajar dan berfatwa. Kemudian juga, Abul-Fadhl al ‘Iraqi (wafat 806 H) -beliaulah yang menjuluki Ibnu Hajar dengan sebutan al Hafizh, mengagungkannya, dan mempersaksikan bahwa Ibnu Hajar adalah muridnya yang paling pandai dalam bidang hadits-, ‘Abdurrahim bin Razin رحمه الله -dari beliau ini al Hafizh mendengarkan Shahih al Bukhari-, al ‘Izz bin Jama’ah t, dan beliau banyak menimba ilmu darinya. Tercatat juga al Humam al Khawarizmi رحمه الله . Dalam mengambil lmu-ilmu bahasa Arab, al Hafizh belajar kepada al Fairuz Abadi رحمه الله , penyusun kitab al Qamus, juga kepada Ahmad bin Abdurrahman رحمه الله . Untuk masalah qira’atus-sab’ (tujuh macam bacaan al Qur`an), beliau belajar kepada al Burhan atTanukhi رحمه الله , dan lain-lain, yang jumlahnya mencapai 500 guru dalam berbagai cabang ilmu, khususnya fiqih dan hadits.

Jadi, al Hafizh Ibnu Hajar al Asqalani mengambil ilmu dari para imam pada zamannya di kota Mesir, dan melakukan rihlah (perjalanan) ke negeri-negeri lain untuk menimba ilmu, sebagaimana kebiasaan para ahli hadits.

 Layaknya sebagai seorang ‘alim yang luas ilmunya, maka beliau juga kedatangan para thalibul-‘ilmi dari berbagai penjuru yang ingin mengambil ilmu dari beliau, sehingga banyak sekali murid beliau. Bahkan tokoh-tokoh ulama dari berbagai madzhab adalah murid-murid beliau. Yang termasyhur, misalnya: Imam ash-Shakhawi (wafat 902 H), yang merupakan murid khusus al Hafizh dan penyebar ilmunya, kemudian al Biqa’i (wafat 885 H), Zakaria al Anshari (wafat 926 H), Ibnu Qadhi Syuhbah (wafat 874 H), Ibnu Taghri Bardi (wafat 874 H), Ibnu Fahd al-Makki (wafat 871 H), dan masih banyak lagi yang lainnya.

KARYA-KARYA AL HAFIZH IBNU HAJAR

Kepakaran al Hafizh Ibnu Hajar رحمه الله sangatlah terbukti. Beliau mulai menulis pada usia 23 tahun, dan terus berlanjut sampai mendekati ajalnya. Beliau mendapatkan karunia Allah Ta’ala di dalam karya-karyanya, yaitu keistimewaan-keistimewaan yang jarang didapati pada orang lain. Karya-karya beliau menggabungkan keluasan ilmu dan ketelitian. Oleh Karena itu, karya-karya beliau banyak diterima umat Islam dan tersebar luas, semenjak beliau masih hidup. Para raja dan amir biasa saling memberikan hadiah dengan kitab-kitab Ibnu Hajar رحمه الله . Bahkan sampai sekarang, kita dapati banyak para peneliti dan penulis bersandar kepada karyakarya beliau رحمه الله .

Di antara karya beliau yang terkenal ialah: Fathul-Baari Syarh Shahih Bukhari, Bulughul-Marom min Adillatil-Ahkam, al Ishabah fi Tamyizish-Shahabah, Tahdzibut-Tahdzib, al Lisanul-Mizan, atTalkhisul-Habir, ad-Durarul-Kaminah, Taghliqut-Ta’liq, Inba-ulGhumr bi Anba-il-‘Umr, dan lain-lain.

Bahkan menurut muridnya, yaitu Imam as-Sakhawi, karya beliau mencapai lebih dari 270 kitab. Sebagian peneliti pada zaman ini menghitungnya, dan mendapatkan sampai 282 kitab. Kebanyakan berkaitan dengan pembahasan hadits, secara riwayat dan dirayat (kajian).

MENGEMBAN TUGAS SEBAGAI HAKIM

Beliau terkenal memiliki sifat tawadhu`, hilm (tahan emosi), sabar, dan agung. Juga dikenal banyak beribadah, shalat malam, puasa sunnah, dan lainnya. Selain itu, beliau juga dikenal dengan sifat wara’ (kehati-hatian), dermawan, suka mengalah, dan memiliki adab yang baik kepada para ulama zaman dahulu dan yang kemudian, serta terhadap orang-orang yang bergaul dengan beliau, baik tua maupun muda. Dengan sifat-sifat yang beliau miliki, maka tak heran jika perjalanan hidupnya beliau ditawari untuk menjabat sebagai hakim.

Sebagai contonya, ada seorang hakim yang bernama Ashadr al Munawi, menawarkan kepada al Hafizh untuk menjadi wakilnya, namun beliau menolaknya, bahkan bertekad untuk tidak menjabat di kehakiman. Kemudian, Sulthan al Muayyad رحمه الله menyerahkan kehakiman dalam perkara yang khusus kepada Ibnu Hajar رحمه الله . Demikian juga hakim Jalaluddin al Bulqaini رحمه الله mendesaknya agar mau menjadi wakilnya. Sulthan juga menawarkan kepada beliau untuk memangku jabatan Hakim Agung di negara Mesir pada tahun 827 H. Waktu itu beliau menerima, tetapi pada akhirnya menyesalinya, karena para pejabat negara tidak mau membedakan antara orang yang shalih dengan lainnya. Para pejabat negara juga suka mengecam, apabila keinginan mereka ditolak, walaupun menyelisihi kebenaran. Bahkan mereka memusuhi orang karena itu. Maka seorang hakim harus berbasa-basi dengan banyak fihak, sehingga sangat menyulitkan untuk menegakkan keadilan. Setelah satu tahun, yaitu tanggal 7 atau 8 Dzulqa’dah 828 H, akhirnya beliau mengundurkan diri.

Pada tahun ini pula, Sulthan memintanya lagi dengan sangat, agar beliau menerima jabatan sebagai hakim kembali. Sehingga al Hafizh memandang, jika hal tersebut wajib bagi beliau, yang kemudian beliau menerima jabatan tersebut tanggal 2 Rajab. Masyarakat pun sangat bergembira, karena memang mereka sangat mencintai beliau. Kekuasaan beliau pun ditambah, yaitu diserahkannya kehakiman kota Syam kepada beliau pada tahun 833 H.

Jabatan sebagai hakim, beliau jalani pasang surut. Terkadang beliau memangku jabatan hakim itu, dan terkadang meninggalkannya. Ini berulang sampai tujuh kali. Penyebabnya karena banyaknya fitnah, keributan, fanatisme, dan hawa nafsu. Jika dihitung, total jabatan kehakiman beliau mencapai 21 tahun, semenjak menjabat Hakim Agung. Terakhir kali beliau memegang jabatan hakim, yaitu pada tanggal 8 Rabi’ust-Tsani 852 H, tahun beliau wafat.

 Selain kehakiman, beliau juga memiliki tugas-tugas :

  • Berkhutbah di Masjid Jami’ al Azhar.
  • Berkhutbah di Masjid Jami’ ‘Amr bin al Ash di Kairo.
  • Jabatan memberi fatwa di Gedung Pengadilan.

Di tengah-tengah mengembang tugasnya, beliau tetap tekun dalam samudra ilmu, seperti: mengkaji dan meneliti hadits-hadits, membacanya, membacakan kepada umat, menyusun kitab-kitab, mengajar tafsir, hadits, fiqih, dan ceramah di berbagai tempat, juga mendiktekan dengan hafalannya. Beliau mengajar sampai 20 madrasah. Banyak orang-orang utama dan tokoh-tokoh ulama yang mendatanginya dan mengambil ilmu darinya.

 

KEDUDUKAN IBNU HAJAR KEDUDUKAN IBNU HAJAR رحمه الله

Ibnu Hajar رحمه الله menjadi salah satu ulama kebanggaan umat, salah satu tokoh dari kalangan ulama, salah satu pemimpin ilmu. Allah k memberikan manfaat dengan ilmu yang beliau miliki, sehingga lahirlah murid-murid besar dan disusunnya kitab-kitab.

Seandainya karya tulis beliau hanya Fathul-Bari, cukuplah untuk meninggikan dan menunjukkan keagungan kedudukan beliau. Karena kitab ini benar-benar merupakan kamus Sunnah Nabi n . Sedangkan karya beliau berjumlah lebih dari 150 kitab.

Adapun riwayat ringkas ini, sama sekali belum memenuhi hak beliau. Belum menampakkan keistimewaan-keistimewaan beliau, dan belum menonjolkan keutamaan-keutamaan beliau. Banyak para ulama telah menyusun riwayat hidup al Hafizh secara luas. Di antara yang terbaik, yaitu tulisan murid beliau, al ‘Allamah as-Sakhawi, dalam kitabnya, al Jawahir wad-Durar fii Tarjamati al Hafizh Ibni Hajar.

Dan setelah ini semua, beliau -semoga Allah mema’afkannya -memiliki aqidah yang tercampur dengan Asy’ariyyah. Sehingga beliau رحمه الله termasuk ulama yang menta’wilkan sifat-sifat Allah, yang terkadang dengan ketidak-pastian. Ini menyelisihi jalan Salafush-Shalih.1)

Walaupun demikian, kita sama sekali tidak boleh menjadikan kesalahan-kesalahan ini sebagai alat untuk mencela dan merendahkan kedudukan al Hafizh رحمه الله . Karena jalan yang beliau tempuh adalah jalan Sunnah, bukan jalan bid’ah. Beliau membela Sunnah, menetapkan masalah-masalah berdasarkan dalil. Sehingga beliau tidak dimasukkan kepada golongan ahli bid’ah yang menyelisihi Salaf. Banyak ulama dahulu dan sekarang memuji Ibnu Hajar رحمه الله , dan memegangi perkataan beliau yang mencocoki kebenaran, dan ini sangat banyak. Adapun mengenai kesalahannya, maka ditinggalkan.

Syaikh al Albani رحمه الله mengatakan, adalah merupakan kezhaliman jika mengatakan mereka (yaitu an-Nawawi dan Ibnu Hajar al ‘Asqalani) dan orang-orang semacam mereka ke dalam golongan ahli bid’ah. Menurut Syaikh al Albani, meskipun keduanya beraqidah Asy’ariyyah, tetapi mereka tidak sengaja menyelisihi al Kitab dan as-Sunnah. Anggapan mereka, aqidah Asy’ariyyah yang mereka warisi itu adalah dua hal.

  • Pertama, bahwa Imam al Asy’ari mengatakannya, padahal beliau tidak mengatakannya, kecuali pada masa sebelumnya, (lalu beliau tinggalkan dan menuju aqidah Salaf, Red.).
  • Kedua, mereka menyangka sebagai kebenaran, padahal tidak.2)

Demikian perjalanan singkat al Hafizh Ibnu Hajar al Asqalani. Semoga kita dapat mengambil manfaat, kemudian memotivasi kita untuk selalu menggali ilmu dan beramal shalih. Wallahu a’lam.

(Abu Ismail Muslim al Atsari Abu Ismail Muslim al Atsari)

Majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun X/1427H/2006M


Footnote :

1) Dapat diketahui dari pandangan Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz terhadap juz-juz awal kitab Fathul-Bari. Demikian juga beberapa kesalahan berkaitan dengan aqidah yang diberi komentar oleh Syaikh Ali bin ‘Abdul ‘Aziz bin Ali asy-Syibl yang melanjutkan komentar Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz. Komentar-komentar ini telah dibukukan dalam kitab at-Tanbih ‘alal Mukhalafat al ‘Aqdiyah fi Fathil-Bari.

2) Kaset Man Huwa al Kafir wa man Huwa al Mubtadi’? Dinukil dari catatan kaki kitab al Ajwibah al Mufidah min Asilah al Manahij al Jadidah, hlm 221; Fatwa-fatwa Syaikh Shalih al Fauzan yang dikumpulkan oleh Jamal bin Furaihan al Haritsi.


Maraji` :

  1. Riwayat al Hafizh Ibnu Hajar رحمه الله pada mukadimah kitab Ta-udhihul-Ahkam min BulughilMaram, Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdur-Rahman al Bassam (1/16-18).
  2. Riwayat al Hafizh Ibnu Hajar رحمه الله pada mukadimah kitab BulughilMaram ma’a Ta’liq Ithaful-Kiram, Syaikh Shafiyyur-Rahman al Mubarakfuri, hlm. 5-6.
  3. Riwayat al Hafizh Ibnu Hajar رحمه الله pada mukadimah kitab an-Nukat ‘ala Nuzhatin-Nazhar, Syaikh Ali bin Hasan al Halabi.
  4. Mukadimah kitab at Tanbih ‘alal-Mukhalafat al ‘Aqdiyah fi Fathil-Bari, Syaikh Ali bin ‘Abdul ‘Aziz bin Ali ssy-Syibl.
  5. Al Ajwibah al Mufidah min Asilah al Manahij al Jadidah, hlm. 221, Fatwa-fatwa Syaikh Shalih al Fauzan yang dikumpulkan oleh Jamal bin Furaihan al Haritsi, dan lain-lain


Artikel asli: https://majalahassunnah.net/artikel/ibnu-hajar-al-asqalani/